Rabu, 02 Desember 2009

MORFOLOGI DASAR LAUT

MORFOLOGI DASAR LAUT



Muhammad Sayyidi (140710070140)
Fakultas Teknik Geologi,  Universitas Padjadjaran


ABSTRAK

 Bumi yang kita tempati ini ternyata sebagian besar adalah berupa lautan,Seperti halnya bentuk muka bumi di daratan yang beraneka ragam, bentuk muka bumi di lautan juga beragam. Bedanya bentuk muka bumi di lautan tidak seruncing dan sekasar relatif di daratan. Permukaan morfologi dasar laut terbagi dalam beberapa klasifikasi. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa gaya seperti gaya tektonik. Setiap zona pada pembagian morfologi ini memiliki karakteristik yang berbeda.

Kunci : morfologi, laut dalam, muka bumi








MORFOLOGI DASAR LAUT

Muka bumi ini secara umum terbagi atas 3 Samudra besar, yaitu samudra Atlantik, Pasifik, dan Hindia.Samudra Pasifik  dengan luas 181 Km2, kedalaman rata-rata 3940 m, menempati 30% permukaan bumi, dikelilingi oleh sistim pematang berbentuk linier, paritan dan busur kepulauan, tepian benua yang sempit, sistem gunung api yang melimpah (Indonesia, Pilipina, Australia timur). Samudra Atlantik dengan luas 94 Km2, kedalaman rata-rata 2540 m, cekungan berbentuk  S, jalur air dingin, jalur gunung api relatif jarang, pengendapan air tawar (Amazon,Konggo, Missisipi), St.Laurence, Niger, dan Parana. Samudra Hindia memiliki Luas 74 Km2, umumnya terletak di selatan Katulistiwa, batas dengan Atlantik yaitu bagian selatan Afrika dan dengan Pasifik adalah Kepulauan Indonesia, Australia timur dan selatan serta Tasmania dan Antartika. Adapun pada tempat tertentu di  bumi ini terdapat bagian terdalam yang disebut palung, yaitu Palung Mariana (11,04 Km).
                Seperti halnya bentuk muka bumi di daratan yang beraneka ragam, bentuk muka bumi di lautan juga beragam. Bedanya bentuk muka bumi di lautan tidak seruncing dan sekasar relatif di daratan. Keadaan ini akibat dari erosi dan pengupasan olah arus laut.
Bentuk-bentuk muka bumi di lautan adalah sebagai berikut :
1.          Landas kontinen (continental shelf), yaitu wilayah laut yang dangkal di sepanjang pantai dengan kedalaman kurang dari 200 meter, dengan kemiringan kira-kira 8,4 %.
Landas kontinen merupakan, dasar laut dangkal di sepanjang pantai dan menjadi bagian dari daratan. Contohnya Landas Kontinental Benua Eropa Barat sepanjang 250 km ke arah barat. Dangkalan sahul yang merupakan bagian dari benua Australia dan Pulau Irian, landas kontinen dari Siberia ke arah laut Artetik sejauh 100 km, dan Dangkalan Sunda yang merupakan bagian dari Benua Asia yang terletak antara Pulau Kalimantan, Jawa dan Sumatra.
2.      Lereng benua (continental slope), merupakan kelanjutan dari continental shelf dengan kemiringan antara 4 % sampai 6 %. Kedalaman lereng benua lebih dari 200 meter.
3.      Dasar Samudra (ocean floor), meliputi:
a.    Deep Sea Plain, yaitu dataran dasar laut dalam dengan kedalaman lebih dari 1000 meter.
b.    The Deep, yaitu dasar laut yang terdalam yang berbentuk palung laut (trog).

Pada ocean floor terdapat relief bentukan antara lain:
1.      Gunung laut, yaitu gunung yang kakinya di dasar laut sedangkan badan puncaknya muncul ke atas permukaan laut dan merupakan sebuah pulau.
Contoh: gunung Krakatau.
2.      Seamount, yaitu gunung di dasar laut dengan lereng yang curam dan berpuncak runcing serta kemungkinan mempunya tinggi sampai 1 km atau lebih tetapi tidak sampai kepermukaan laut.
Contoh: St. Helena, Azores da Ascension di laut Atlantik.
3.      Guyot, yaitu gunung di dasar laut yang bentuknya serupa dengan seamount tetapi bagian puncaknya datar. Banyak terdapat di lautan Pasifik.
4.      Punggung laut (ridge), yaitu punggung pegunungan yang ada di dasar laut.
Contoh: punggung laut Sibolga.
5.      Ambang laut (drempel), yaitu pegunungan di dasar laut yang terletak diantara dua laut dalam.
Contoh: ambang laut sulu, ambang laut sulawesi.
6.      Lubuk laut (basin), yaitu dasar laut yang bentuknya bulat cekung yang terjadi karena ingresi.
Contoh: lubuk laut sulu, lubuk laut sulawesi.
7.      Palung laut (trog), yaitu lembah yang dalam dan memanjang di dasar laut terjadi karena ingresi.
Contoh: Palung Sunda, Palung Mindanao, Palung Mariana.





Gambar 1. Pembagian morfologi laut dalam

TOPONIM MORFOLOGI BAWAH LAUT

 Penamaan submarine features merupakan bagian dari kegiatan pemerintahan dalam penamaan unsur-unsur geografis/geologis (alami), seperti nama trench, seamount, quaternary basin, dan sebagainya, yang menyangkut juga pembakuan penulisan, ejaan dan fonetiknya. Kepentingan Indonesia dalam hal ini terutama adalah menyangkut tentang submarine features sebagai aset nasional, termasuk potensi kekayaan alam yang terkandung di bawahnya.
Oleh karena itu perlu dilakukan inventarisasi, pembakuan penulisan, penetapan, pengumpulan nama baru, dan pengolahan data nama geografis (baik unsur generik atau spesifik) yang bersifat unik dalam mengidentifikasi setiap bentukan tersebut. Kajian ini sudah dimulai sejak awal tahun 2006. Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah studi pustaka berdasarkan data survei dan literatur, deliniasi batas-batas morfologi berdasarkan batimetri dan unsur geografis, serta digitalisasi data. Hasil yang diperoleh berupa inventarisasi lengkap 39 morfologi bawah laut (atau sekitar 40% dari data dasar sementara submarine features di perairan Indonesia).
Data dasar ini terdiri dari 27 buah cekungan bawah laut dan 12 gunung bawah laut. Bentukan-bentukan bawah laut (submarine features), terutama cekungan sangat dominan terutama di daerah Aceh dan Sumatera Utara, sepanjang hampir daerah baratdaya Sumatera, daerah selatan Jawa, daerah Bali, dan di perairan Indonesia Bagian Timur yang terbentuk akibat pengaruh tektonik komplek di sekitar tumbukan lempeng benua Eurasia dan lempeng samudera Indo-Australia. Morfologi gunung bawah laut secara dominan terdapat di Laut Banda dan Laut Flores. Gunung-gunung tersebut merupakan rangkaian gunungapi bawah laut yang mencerminkan daerah aktif tektonik dan tepian aktif (active margin)

TATANAN GEOLOGI KELAUTAN INDONESIA

Tatanan geologi kelautan Indonesia merupakan bagian yang sangat unik dalam tatanan kelautan dunia, karena berada pada pertemuan paling tidak tiga lempeng tektonik: Lempeng Samudera Pasifik, Lempeng Benua Australia-Lempeng Samudera India serta Lempeng Benua Asia.
Berdasarkan karakteristik geologi dan kedudukan fisiografi regional, wilayah laut Indonesia dibagi menjadi zona dalam (inboard) dan luar (outboard) yang menempati regim zona tambahan (contiguous), Zona Ekonomi Eksklusif dan Landan Kontinen. Bagian barat zona dalam ditempati oleh Paparan Sunda (Sunda Shelf) yang merupakan sub-sistem dari lempeng benua Eurasia, dicirikan oleh kedalaman dasar laut maksimum 200 m yang terletak pada bagian dalam gugusan pulau-pulau utama yaitu Sumatera, Jawa, dan Kalimantan (menurut Toponim internasional seharusnya disebut pulau Borneo).
Bagian tengah zona dalam merupakan zona transisi dari sistem paparan bagian barat dan sistim laut dalam di bagian timur. Kedalaman laut pada zona transisi ini mencapai lebih dari 3.000 meter yaitu laut Bali, Laut Flores dan Selat Makasar. Bagian paling timur zona dalam adalah zona sistem laut Banda yang merupakan cekungan tepian (marginal basin) dicirikan oleh kedalaman laut yang mencapai lebih dari 6.000 m dan adanya beberapa keratan daratan (landmass sliver) yang berasal dari tepian benua Australia (Australian continental margin) seperti pulau Timor dan Wetar (Curray et al, 1982, Katili, 2008).
Zona bagian luar ditempati oleh sistem Samudera Hindia, Laut Pasifik, Laut Timor, laut Arafura, laut Filipina Barat, laut Sulawesi dan laut Cina Selatan. Menurut Hamilton (1979), kerumitan dari tatanan fisiografi dan geologi wilayah laut Nusantara ini disebabkan oleh adanya interaksi lempeng-lempeng kerak bumi Eurasia (utara), Hindia-Australia (selatan), Pasifik-Filipina Barat (timur) dan Laut Sulawesi (utara).
Proses geodinamika global (More et al, 1980), selanjutnya berperan dalam membentuk tatanan tepian pulau-pulau Nusantara tipe konvergen aktif (Indonesia maritime continental active margin), dimana bagian luar Nusantara merupakan perwujudan dari zona penunjaman (subduksi) dan atau tumbukan (kolisi) terhadap bagian dalam Nusantara, yang akhirnya membentuk fisiografi perairan Indonesia



Gambar 2.  Fisiografi perairan Indonesia akibat proses tektonik

SATUAN GEOMORFOLOGI TEPIAN LEMPENG AKTIF

1. Geomorfologi Zona Subduksi

Lempeng Samudera India merupakan kerak yang tipis yang ditutupi laut dengan kedalaman antara 1.000 – 5.000 meter. Lempeng Samudera dan lempeng benua (Continental Crust) dipisahkan oleh Subduction Zone (Zona Penunjaman) dengan kedalaman antara 6.000-7.000 meter yang membujur dari barat Sumatera, selatan Jawa hingga Laut Banda bagian barat yang disebut Java Trench (Parit Jawa).
Geomorfologi  zona subduksi ini merupakan gabungan yang erat antara proses-proses yang terjadi pada tepian kerak samudera, tepian kerak benua dan proses penunjaman itu sendiri. Sebagai konsekuansi dari tepian aktif, maka banyak proses tektonik yang mungkin terjadi diantaranya, sesar-sesar mendatar, sesar-sesar normal yang biasanya membentuk horst dan graben, serta kemunginan aktivitas gunung api . Salah satu diantaranya adalah terbentuknya gunungapi (submarine volcano atau seamount?) di luar busur volkanik. Indikasi adanya gunungapi atau tinggian seperti yang ditemukan Tim ekspedisi CGG Veritas (BPPT-LIPI-PPPGL-Berlin University) pada bulan Mei 2009 yang lalu sebenarnya bukan merupakan gunungapi baru. Beberapa peta batimetri dan citra satelit telah mencantumkan adanya tinggian tersebut, hanya sampai saat ini belum diberikan nama resmi (toponimi) yang tepat (PPPGL, 2008).
Lintasan survei deep-seismic CGGV-04  telah mendeteksi adanya puncak gunung bawah laut pada posisi koordinat 4°21.758 LU, 99°25,002 BT. Puncak gunung bawah laut ini berada pada kedalaman 1.285 m dengan dasar atau kaki gunung pada kedalaman 5.902 m. Hasil interpretasi data memperlihatkan bahwa gunung bawah laut ini memiliki ketinggian 4.617 m dan Lebar kaki gunung sekitar 50 km. Lokasi gunung  bawah laut yang terdeteksi ini berada pada jarak 320 km sebelah barat dari Kota Bengkulu. Namun demikian, berdasarkan konsepsi tektonik, gunungapi di Lantai Samudera tidak seberbahaya dibandingkan gunungapi yang terbentuk di tepian benua aktif.
      
Gambar 3.   Gambaran geomorfologi pada zona subduksi dan kenampakan seamount di kerak samudera India, sumbu palung laut dan prisma akresi di lepas pantai Bengkulu.

2. Geomorfologi Palung Laut

Palung laut merupakan bentuk paritan memanjang dengan kedalaman mencapai lebih dari 6.500 meter. Umumnya palung laut ini merupakan batas antara kerak samudera India dengan tepian benua Eurasia sebagai bentuk penunjaman yang menghasilkan celah memanjang tegak lurus terhadap arah penunjaman .



Gambar 4. Satuan geomorfologi palung samudra di sebelah selatan Jawa (PPPGL, 2008).

Beberapa patahan yang muncul di sekitar palung laut ini dapat reaktif kembali seperti yang diperlihatkan oleh hasil plot pusat-pusat gempa di sepanjang lepas pantai pulau Sumatera dan Jawa. Sesar mendatar Mentawai yang ditemukan pada Ekspedisi Mentawai Indonesia-Prancis tahun 1990-an terindikasi sebagai sesar mendatar yang berpasangan namun di berarapa bagian memperihatkan bentuk sesar naik. Hal ini merupakan salah satu sebab makin meningkatnya tekanan kompresif dan seismisitas yang menimbulkan kegempaan.
Di bagian barat pulau Sumatera, pergerakan lempeng samudera India mengalibatkan terangkatnya sedimen (seabed) di kerak samudera dan prisma-prisma akresi yang merupakan bagian terluar dari kontinen. Sesar-sesar normal yang terbentuk di daerah bagian dalam yang memisahkan prisma akresi dengan busur  kepulauan (island arc) mengakibatkan peningkatan pasokan sedimen yang lebih besar (Lubis et al, 2007). Demikian pula akibat terjadinya pengangkatan tersebut maka morfologi palung laut di kawasan ini memperlihatkan bentuk lereng yang terjal dan sempit dibandingkan dengan palung yang terbentuk di kawasan timur Indonesia.

3. Geomorfologi Prisma Akresi

Pembentukan prisma akresi di dasar laut dikontrol oleh aktifitas tektonik sesar-sesar naik (thrusting) yang mengakibatkan proses pengangkatan (uplifting). Proses ini terjadi karena konsekuensi dari proses tumbukan antar segmen kontinen yang menyebabkan bagian tepian lempeng daerah tumbukan tersebut mengalami proses pengangkatan. Proses ini umumnya terjadi di kawasan barat Indonesia yaitu di samudra Hindia.
Pulau-pulau prisma akresi merupakan prisma akresi yang terangkat sampai ke permukaan laut sebagai konsekuensi desakan lempeng Samudera Hindia ke arah utara dengan kecepatan 6-7 cm/tahun terhadap lempeng Benua Asia-Eropa sebagai benua pasif menerima tekanan (Hamilton, 1979). Oleh sebab itulah pengangkatan dan sesar-sesar naik di beberapa tempat, seperti yang terjadi di Kep. Mentawai, Enggano, Nias, sampai Simelueu yang terangkat membentuk gugusan pulau-pulau memanjang parallel terhadap arah zona subduksi (Lubis, 2009).  Gambar 5. memperlihatkan prisma akresi yang naik ke permukaan laut membentuk pulau-pulau prisma akresi di lepas pantai Aceh, sedangkan contoh prisma akresi yang belum naik ke permukaan laut diperlihatkan pada Gambar 6. yaitu prisma akresi di lepas pantai selatan Jawa. Selain itu proses pembentukan lainnya yang lazim terjadi di kawasan ini adalah aktifnya patahan (sesar) dan amblasan (subsidensi) di sekitar pantai sehingga pulau-pulau akresi yang terbentuk terpisah dari daratan utamanya (Cruise Report SO00-2, 2009).
Prisma akresi merupakan wilayah yang paling rawan terhadap kegempaan karena pusat-pusat gempa berada di bawahnya. Batuan prisma akresi memiliki ke-khasan tersendiri yaitu ditemukannya batuan campur-aduk (melange, ofiolit) yang umumnya berupa batuan Skist berumur muda. Sejarah kegempaan di kawasan ini membuktikan bahwa episentrum gempa-gempa kuat umumnya terletak pada prisma akresi ini karena merupakan gempa dangkal (kedalaman < 30 Km). Gempa kuat yang pernah tercatat mencapai skala 9 Richter pada tagl 26 Desember 2004. Beberapa ahli geologi juga masih mengkhawatirkan suatu saat akan terulang gempa sebesar ini di kawasan barat Bengkulu, karena prisma akresi di kawasan ini masih belum melepaskan energi kegempaan (locked zone) sementara kawasan disekitarnya sudah terpicu dan melepaskan energi melalui serangkaian gempa-gempa sedang-kuat.
Di Sumatera ditemukan dua prisma akresi, yaitu accretionary wedge 1 di bagian luar & accretionary wedge 2 di bagian dalam outer arc high  yang memisahkan prisma akresi dengan cekungan busur muka (Mentawai forearc asin). Adanya  outer arc high yang memisahkan dua prisma akresi tersebut mengalibatkan sedimen yang berasal dari daratan induknya tidak dapat menerus ke bagian barat  tetapi terendapkan di cekungan busur muka.

 
Gambar 5. Geomorfologi prisma akresi yang naik kepermukaan sebagai pulau prisma akresi di lepas pantai sebelah barat Aceh.

Gambar 6. Geomorfologi prisma akresi di selatan Jawa yang belum muncul ke permukaan laut.

4. Geomorfologi Cekungan Busur Muka

Survey kemitraan Indonesia-Jerman Sonne Cruise 186-2 SeaCause-II dilaksanakan pada tahun 2006 di perairan barat Aceh sampai ke wilayah Landas Kontinen di luar 200 mil.  Hasil interpretasi lintasan-lintasan seismik yang memotong cekungan Simeulue yaitu lintasan 135-139 memperlihatkan indikasi cekungan busur muka Simelue merupakan cekungan a-symetri laut dalam dengan kedalaman laut antara 1.000-1.500m, makin ke barat ketebalan sedimen makin tebal mencapai 5.000m lebih.
Di sisi barat cekungan ini ditemukan sesar-sesar mendatar (kelanjutan Sesar Mentawai?)  yang mengontrol aktifnya sesar-sesar tumbuh (growth fault) sehingga mengakibatkan deformasi struktur batuan sedimen pada tepian cekungan.
Berdasarkan seismik stratigrafi, umur sedimen pengisi cekungan ini relatif muda (Miocene) sehingga kurang memungkinkan terjadi pematangan sebagai source rock (IPA, 2002). Selain itu, tingkat pematangan (maturitas) batuan reservoar relatif rendah karena laju pengendapan yg relatif cepat di laut dalam, demikian pula dengan pengaruh proses pematangan diagenesa volkanisme di bagian timur yang jaraknya terlalu jauh.





KESIMPULAN

ü  Pembagian batas morfologi laut yaitu:
1.       Landas kontinen (continental shelf),
2.       Lereng benua (continental slope),
3.    Dasar Samudra (ocean floor), meliputi:
a.    Deep Sea Plain,
b.    The Deep
sedangkann pada ocean floor terdapat relief bentukan antara lain:
1.    Gunung laut
2.    Seamount
3.    Guyot4.                Punggung laut (ridge
5.    Ambang laut (drempel
6.    Lubuk laut (basin),
7.    Palung laut (trog),
ü   Dalam pembagian bagian morfologi digunakan penamaan internasional yang disebut toponim
ü  Karakteristik morfologi pada laut dalam memiliki perbedaan tiap tergantung yang mempengaruhinya.

REFERENSI

Hardjawidjaksana. K.et al.2009. Toponim morfologi bawah laut di perairan indonesia. available at http:/www.djlp.esdm.go.id diakses pada tanggal 12 Oktober 2009
Lubis,  Subaktian. Juniar P. Hutagaol.Moch. Salahuddin. 2009. Bentuk Geomorfologi Dasar Laut Pada Tepian Lempeng Aktif Di Lepas Pantai Barat Sumatera Dan Selatan Jawa, Indonesia. PPGL: Bandung. available at http:/www.mgi.esdm.go.id diakses pada tanggal 12 Oktober 2009
________, Morfologi Dasar Laut available at http:/www.e-dukasi.net  diakses pada tanggal 12 Oktober 2009
Slide presentasi kuliah geologi kelautan.

 




0 komentar: